MEDIA INDONESIA // ACEH, Kota Subulussalam. yang dikenal sebagai Kota Syeh Hamzah Fansury, menghadapi persoalan serius terkait pelanggaran syariat Islam. Sejumlah kafe dan tempat hiburan malam diduga beroperasi terang-terangan, menyediakan minuman keras, serta melibatkan perempuan dalam situasi yang dinilai tidak sesuai norma agama. Kondisi ini bahkan berlangsung selama bulan Ramadhan dan Syawal, yang semestinya menjadi momentum refleksi spiritual bagi umat Islam.
Pantauan dari media di lapangan menemukan aktivitas ini terjadi di beberapa wilayah, seperti Kecamatan Simpang Kiri dan Kecamatan Sultan Daulat. Terminal, warung-warung, dan kafe berubah menjadi tempat berkumpul peminum minuman keras yang juga melibatkan perempuan berpakaian minim, menciptakan fenomena yang memprihatinkan. Kondisi ini mendapat kecaman keras dari tokoh masyarakat dan aktivis Islam setempat.
Haji Joka Abdul Hamid Padang anggota dpr dapil simpang kiri dan Para tokoh masyarakat menilai rendahnya pengawasan dari pihak-pihak terkait, seperti Dinas Syariat Islam, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), dan Wilayatul Hisbah (WH), sebagai penyebab utama pelanggaran yang terus berulang. Mereka pun mendesak Walikota Subulussalam, Haji Rasit Bancin (HRB), untuk mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar hukum, khususnya para pelaku dan pengusaha kafe yang tidak mematuhi Qanun Aceh.
“Keberadaan tempat-tempat hiburan yang melanggar syariat Islam ini bukan hanya mencoreng citra kota kita yang identik dengan warisan keagamaan Syeh Hamzah Fansury dan kota santri tetapi juga membawa dampak negatif bagi masyarakat secara luas, Kami Sangat mendukung atas informasi nya semoga Walikota bisa mengajak Ferkopinda untuk mengatasinya” Ujar anggotaDPRK Subulussalam tersebut.
Masyarakat berharap pemerintah mengambil langkah nyata, baik berupa tindakan pencegahan (preventif) maupun penegakan hukum (represif), guna menciptakan lingkungan yang selaras dengan syariat Islam. Penanganan serius atas pelanggaran ini sangat diperlukan untuk mengembalikan nama Subulussalam sebagai pusat spiritual dan budaya Islam yang kuat, serta membangun kehidupan lebih harmonis bagi warganya.
Harapan Besar untuk Rehabilitasi Sosial dan Pengawasan Ketat
Para tokoh masyarakat juga mengimbau agar pemerintah menggagas upaya rehabilitasi sosial bagi masyarakat yang terdampak pelanggaran ini. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat dari instansi terkait diharapkan dapat diterapkan tanpa tebang pilih, demi menciptakan perubahan nyata terhadap situasi yang memprihatinkan ini.
Ke depan, langkah responsif pemerintah diharapkan dapat menghadirkan solusi konkret untuk menghentikan pelanggaran syariat di Subulussalam, sekaligus memperkuat kembali nilai-nilai religius yang menjadi identitas kota tersebut.
Pewarta; ipong