Media Indonesia | Medan – Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Medan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Sumatera II dan Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kamis (31/7/2025).
Massa unjuk rasa dengan berorasi menyampaikan pernyataan sikap dari KAMMI Medan, berisi protes terhadap Proyek Revitalisasi Danau Siombak yang bersumber dari APBN Tahun 2024 yang berlokasi di Keluarahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Proyek ini dengan nilai kontrak sebesar Rp 42.581.014.878 dikerjakan oleh penyedia PT Bahana Prima Nusantara diduga sarat dengan berbagai penyimpangan dan potensi kerugian negara.
Dalam unjuk rasa di depan gedung BBWS Sumatera II, Ketua Umum KAMMI Medan Muhammad Amin Siregar menyatakan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap transparansi penggunaan anggaran negara serta sebagai pembelaan terhadap hak-hak masyarakat setempat yang terdampak langsung oleh proyek tersebut.
“Kami memprotes Proyek Revitalisasi Danau Siombak yang diduga sarat dengan berbagai penyimpangan dan potensi kerugian negara. Kami sudah melakukan survey langsung ke lokasi kemarin, banyak kami lihat keretakan dan kerusakan fisik hasil pengerjaan proyek padahal baru berusia tujuh bulan setelah serah terima dari PT Bahana Prima Nusantara kepada BBWS Sumatera II Medan” katanya.
Saat berorasi Ketua KAMMI Medan Bidang Kebijakan Publik Muhammad Liputra menilai keretakan dan kerusakan fisik hasil pengerjaan proyek telah menunjukkan indikasi korupsi. Apalagi sebelumnya marak pemberitaan tentang dugaan minimnya penggunaan alat keselamatan kerja (K3) saat pengerjaan proyek. Serta belum jelasnya ganti rugi lahan warga yang terdampak proyek.
“Kami mendesak pihak BBWS untuk bertanggungjawab untuk membuka dokumen perencanaan dan pengawasan proyek kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas. Kami juga menuntut transparansi penggunaan anggaran proyek senilai Rp42,5 miliar, dan meminta audit terbuka” katanya.
Massa sempat memanas saat perwakilan dari pihak BBWS Sumatera II meminta diberikan kesempatan untuk menanggapi tetapi ditolak. Karena pihaknya dinilai massa menggunakan bahasa yang normatif.
“Bahasa bapak ini terlalu politis dan normatif, karena cuma bilang akan menampung dan menyampaikan kepada pimpinan. Yang menanggapi ini dianggap tidak berkompeten menjawab tuntutan massa aksi, apalagi dia kadang terlihat menertawakan kita seakan menyepelekan kita yang hadir di sini” tegasnya.
Massa membakar ban sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan penyampaian puisi secara bergantian oleh kader KAMMI Medan.
Kemudian massa menuju kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menyampaikan bahwa pada Maret 2025 beredar pemberitaan bahwa pihak Kejaksaan Negeri Belawan telah memanggil pegawai BBWS Sumatera II. Namun hingga saat ini belum ada kabar terkait hasil pemanggilan tersebut. Koordinator Aksi Aulia Rahmadan meminta Kejatisu untuk menjelaskan hasil pemanggilan tersebut.
Massa juga mendesak Kejatisu untuk mengusut tuntas dugaan penyimpangan dan korupsi atas proyek tersebut.
“Kami meminta Kejatisu menjelaskan hasil pemanggilan yang dilakukan Kejari Belawan. Kami juga mendesak Kejatisu untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap proyek revitalisasi Danau Siombak oleh PT Bahana Prima Nusantara” katanya.
Menanggapi massa aksi perwakilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Friska menjelaskan belum mengetahui kegiatan pemanggilan tersebut. Pihaknya akan menindaklanjuti tuntutan apa yang disampaikan saat aksi berlangsung.
“Belum (mengetahui pemanggilan Kejari Belawan kepada Pegawai BBWS). Kami akan sampaikan ke pimpinan. Tapi saya sarankan rekan-rekan membuat laporan secara resmi ke PTSP” katanya.
Tuntutan KAMMI Medan :
1. Mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Bapak Harli Siregar, untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap proyek revitalisasi Danau Siombak oleh PT Bahana Prima Nusantara.
2. Meminta Balai Wilayah Sungai Sumatera II untuk membuka dokumen perencanaan dan pengawasan proyek kepada publik sebagai bentuk akuntabilitas.
3. Menuntut transparansi penggunaan anggaran proyek senilai Rp42,5 miliar, dan meminta audit terbuka.
4. Menuntut pemeriksaan fisik proyek oleh lembaga independen yang kompeten terkait kualitas bangunan dan pelanggaran teknis.
5. Mendesak penyelesaian segera ganti rugi lahan kepada warga terdampak proyek secara adil dan bermartabat.
6. Menolak keras segala bentuk penyalahgunaan wewenang, pengabaian standar keselamatan kerja (K3), dan penggelapan dana proyek.
7. Memberi batas waktu respons, dan jika tidak ada tindakan hukum konkret dalam waktu dekat, kami akan melakukan aksi lanjutan dengan massa yang lebih besar dan tekanan publik yang lebih luas. (SPT)