Ketua Umum RPN Prabowo Ikhyar Velayati.
MEDIA INDONESIA, Ketua Umum RPN Prabowo sekalian Aktivis 98 Ikhyar Velayati menilai ke 4 pulau di Kabupaten Singkil, yakni Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek secara hukum dan historis merupakan milik Provinsi Aceh
Menurut keterangan Ketua Umum RPN Prabowo ini mengatakan Mendagri hanya membawa peta tetapi lupa baca arsip ketika memutuskan ke empat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Sumut
“Mendagri hanya membawa peta, tetapi lupa baca arsip ketika memutuskan 4 pulau menjadi milik Sumut,” jelas Ikhyar di Jakarta, Minggu 15 Juni 2025.
Ikhyar menambahkan, jika baca arsip, maka ada kesepakatan tahun 1992 yang ditandatangani dan disaksikan langsung Mendagri Rudini saat itu, yang memutuskan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
“Kesepakatan itu final dan mengikat,” tegas Ikhyar yang pernah warawiri mengadvokasi masyarakat Aceh saat Era Orde Baru.
Selain aspek historis, Ikhyar juga mengatakan secara hukum Provinsi Aceh lebih punya dasar memiliki ke 4 pulau tersebut dengan adanya UU No 24 tahun 1956 tentang daerah otonomi Provinsi Aceh.
Selain itu juga pernah ada putusan MA No 01.P/HUM/2013 yang menolak gugatan Pemerintah Provinsi Sumut dan UU Pemerintahan Aceh tentang tapal batas wilayah Aceh-Sumut serta MoU Helsinki yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin.
“Jadi kesimpulannya secara historis, hukum, undang undang maupun dokumen serta arsip yang ada Provinsi Aceh memiliki dasar yang kuat terhadap kepemilikan empat pulau tersebut,” tegas Ikhyar.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya membantah kabar perpindahan status 4 Pulau di Kabupaten Singkil, Aceh ke Sumut karena faktor politik.
“Sangat tidak benar. Tidak ada kepentingan apapun selain menjalankan tugas negara,” ujarnya, Jakarta, Sabtu 14 Juni 2025.
Bima memastikan tidak ada kepentingan politis apapun terkait polemik perpindahan administrasi keempat pulau tersebut. Ia mengklaim perpindahan dilakukan hanya untuk menentukan batas wilayah masing masing provinsi.
“Ini proses administratif menentukan batas wilayah sebagaimana amanat Undang-Undang. Kami akan lakukan kajian ulang secara menyeluruh, mempelajari, tidak saja data geografis tapi juga historis dan kultural,” ujurnya (RED/TN/DR)