Subulussalam,Aceh||MediaIndonesia Pusaran kasus dugaan korupsi dana hibah pengawasan Pilkada 2024 di Panwaslih Kota Subulussalam kian menajam. Setelah pemeriksaan panjang, arah angin justru berbelok: Ketua Panwaslih ternyata bukan pengguna anggaran, sementara dua ASN Badan Kesbangpol yang rangkap komisioner disebut paling dekat dengan aliran dana yang kini disorot penyidik.
Kerugian negara diperkirakan melampaui Rp1 miliar, sementara dugaan pemalsuan kwitansi, bon faktur, hingga tanda tangan mulai terkuak.
Ketua Panwaslih: “Tanda Tangan Saya Dipalsukan”
Ketua Panwaslih Kota Subulussalam, Hendri, tampil mengejutkan ketika ditemui sejumlah jurnalis. Ia menegaskan bahwa seluruh transaksi pembelian alat peraga, kegiatan kesekretariatan, hingga pembelian mobil operasional tidak pernah melibatkan dirinya sebagai penandatangan ataupun pengguna anggaran.
“Kalau ada tanda tangan saya di kwitansi mobil, itu rekayasa. Saya tidak pernah menyetujui pembelian apa pun. Honor komisioner saja ditransfer langsung, bukan lewat saya,” tegas Hendri.
Menurutnya, sistem kerja Panwaslih sangat jelas: ketua komisioner bukan pejabat pengguna anggaran. Semua urusan transaksi berada di tangan sekretariat, yang dalam kasus ini melibatkan pegawai Kesbangpol yang merangkap jabatan.
Investigasi: Dua ASN Kesbangpol Paling Dekat dengan Aliran Dana
Penyidikan Kejari Subulussalam — berdasarkan temuan awal dan pemeriksaan para saksi — mengarah kuat kepada dua ASN Dinas Kesbangpol Kota Subulussalam yang merangkap sebagai komisioner Panwaslih. Status ganda ini menjadi titik janggal yang kini menjerat keduanya dalam ancaman pidana.
Dana hibah Rp4 miliar tidak sepenuhnya digunakan untuk kegiatan pengawasan. Jejak pengeluaran tidak sinkron dengan dokumen pertanggungjawaban. Lebih parah lagi, sebagian bon, faktur, dan kwitansi diduga kuat dipalsukan.
Sumber penyidikan menyebut, sejumlah transaksi Panwaslih justru dilakukan melalui jaringan luar struktur Panwaslih sendiri.
Kejaksaan Bergerak Kasar: Ponsel, Laptop, dan Mobil Disita
Kasi Pidsus Kejari Subulussalam, Anton Susilo, SH, memimpin penyidikan intensif pekan ini. Ia memeriksa saksi tanpa jeda, menyita ponsel, laptop, hingga mobil komisioner yang diduga terkait aliran dana hibah.
“Tidak ada kompromi. Siapa pun yang terlibat akan diproses. Bukti tidak boleh abu-abu,” kata Anton Susilo.
Satu pejabat tinggi yang diduga terlibat bahkan mangkir dari panggilan penyidik, menimbulkan tanda tanya besar tentang siapa sebenarnya aktor di belakang layar.
Denny Efendy: “Saya Dikelola Rp500 Juta, Tapi Diminta Bertanggung Jawab atas Rp4 Miliar”
Kepala Sekretariat Panwaslih, Denny Efendy, akhirnya bicara terang. Ia mengaku hanya mengelola sekitar Rp500 juta dan bahkan harus menalangi kegiatan Panwaslih dengan uang pribadinya Rp120 juta sebelum hibah cair.
Namun saat kasus pecah, ia justru menjadi pihak yang pertama kali “dipajang” sebagai penanggung jawab.
“Uang saya dipakai. Tapi para penikmat dana hibah itu diam saja. Saya sendiri yang diseret. Ini tidak adil,” ujarnya.
Denny menyebut sebagian aliran dana keluar berdasarkan “instruksi” dan “setoran loyalitas” dari unsur eksekutif dan yudikatif. Ia menegaskan:
“Bendahara Panwaslih tahu aliran dana paling lengkap. Saya siap jadi saksi kunci.”
Menunggu PKN BPKP Aceh: Dua ASN Kesbangpol di Bibir Jurang Hukum
Meski indikasi sudah jelas, Kejari Subulussalam belum menetapkan tersangka karena masih menunggu Perhitungan Kerugian Negara (PKN) dari BPKP Aceh.
Namun internal kejaksaan menyebut dua ASN Kesbangpol adalah pihak yang paling potensial menjadi tersangka pertama, sekaligus berpotensi diberhentikan dari ASN.
LSM: Hibah Kerap Jadi Mesin Politik
Pimpinan LSM Suara Putra Aceh, Anton Steven Tin, menyoroti skandal ini sebagai gambaran umum penyimpangan penggunaan hibah di daerah.
“Banyak hibah dipakai memperkuat jaringan politik, bukan kinerja lembaga. Itu pola yang berulang di banyak daerah,” ujarnya.
Kepala Kesbangpol Bungkam Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Kesbangpol Subulussalam belum memberikan pernyataan publik. Dua bawahannya sudah diperiksa intensif, namun tidak ada klarifikasi resmi soal dugaan keterlibatan mereka maupun hubungan mereka dengan pihak eksekutif dan yudikatif yang disebut dalam pengakuan saksi.
Arah Kasus Bisa Melebar jika penyidikan mengikuti pola tipikor di daerah lain, lingkaran kasus ini bisa menjalar ke:
pihak yang memberi perintah,
pihak yang mengutip setoran,
pihak yang menikmati aliran dana,
dan pejabat yang mengabaikan kewenangan formal. Dengan pasal penyalahgunaan wewenang, pemalsuan dokumen, penggelapan jabatan, hingga gratifikasi, ancaman hukuman dapat mencapai 20 tahun penjara.
Pada titik ini, pintu sudah dibuka oleh para saksi kunci.
Pertanyaannya: apakah pintu itu akan dibuka lebih lebar—atau ditutup lagi demi melindungi mereka yang bersembunyi di balik gelap?
PEWARTA//IPONG








