Aceh Singkil,Kota Baharu||MediaIndonesia 30 Desember 2025 – Masyarakat Desa Lapahan Buaya, Kabupaten Aceh Singkil, mengangkat suara dan menemui awak media untuk mengungkap dugaan tindakan pidana korupsi terhadap anggaran Dana Desa yang dinilai cukup masif.
Berbagai kasus yang dilaporkan mencakup penyalahgunaan anggaran pada beberapa program pembangunan dan bantuan masyarakat, yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan terkait pengelolaan Dana Desa.
Menurut keterangan masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya, dugaan korupsi tersebut meliputi enam poin utama, yaitu:
1. Pengerasan jalan dengan material sertu yang dianggarkan sebesar Rp130 juta. Namun, berdasarkan catatan masyarakat, hanya dilakukan 58 trip mobil dam yang tercatat, padahal volume pekerjaan yang seharusnya dilakukan tidak sesuai dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan.
Sesuai Permendesa Nomor 11 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Desa dan Permendesa Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendesa Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pedoman Penggunaan Dana Desa, penggunaan Dana Desa untuk pembangunan infrastruktur wajib dilakukan dengan proses pengadaan yang transparan, perencanaan yang jelas.
2. Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa yang dianggarkan sebesar 15 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Padahal, menurut masyarakat, bantuan tersebut hanya diterima oleh 4 orang saja, padahal sasaran BLT Desa seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berhak dan membutuhkan sesuai dengan data yang telah ditetapkan bersama.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (MentanDesa) menyatakan bahwa BLT Desa merupakan bagian dari program peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga harus didistribusikan secara adil, transparan, dan berdasarkan data yang valid tanpa diskriminasi.
3. Biaya oprasional ambulans Desa dengan anggaran lebih dari Rp50 juta yang hingga saat ini tidak pernah beroperasi. Masyarakat mengaku tidak mengetahui kondisi ambulans tersebut dan mengapa tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan masyarakat desa.
Penggunaan Dana Desa untuk sarana prasarana kesehatan wajib diatur agar dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
4. Pembuatan rehap rabat beton dengan anggaran Rp100 juta yang dikerjakan secara asal-asalan. Hanya dalam waktu kurang dari seminggu setelah selesai pembangunan, struktur tersebut sudah mengalami kerusakan, yang menunjukkan bahwa pekerjaan tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan.
Ketentuan pengelolaan Dana Desa mensyaratkan bahwa setiap pekerjaan pembangunan harus melalui proses pengawasan teknis dan pemeriksaan kualitas.
5. Dana Sanggar Seni dengan anggaran Rp142 juta yang penggunaannya tidak jelas. Masyarakat tidak mendapatkan informasi terkait penggunaan dana tersebut, termasuk tidak adanya kegiatan atau sarana seni yang terwujud sebagai bentuk manfaat dari anggaran yang dikeluarkan.
Penggunaan Dana Desa untuk pembinaan budaya dan seni harus diarahkan pada peningkatan kapasitas masyarakat dan pengembangan potensi lokal, dengan laporan penggunaan anggaran yang transparan dan dapat diakses oleh masyarakat.
6. Penyertaan modal Badan Usaha Milik Kelurahan/Desa (BUMK) sebesar Rp132 juta. Masyarakat mengaku tidak mengetahui siapa yang menjabat sebagai ketua BUMK, serta tidak mendapatkan informasi terkait kegiatan dan kinerja BUMK tersebut,
Menurut peraturan terkait BUMK, penyertaan modal dari Desa harus melalui proses musyawarah bersama, dengan penetapan struktur organisasi yang jelas dan pelaporan kinerja secara berkala kepada masyarakat desa.
Masyarakat Desa Lapahan Buaya dengan tegas mengharapkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Aceh Singkil untuk segera mengambil tindakan, memanggil, serta melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap Kepala Desa Lapahan Buaya terkait dugaan korupsi Dana Desa tersebut.
Pewarta: ip








