Subulussalam,aceh||MEDIAINDONESIA Nama Apkasindo Aceh dulu lebih sering disebut dengan nada getir: organisasi petani sawit yang hidup segan, mati tak mau. Berjalan tanpa arah, nyaris tak terdengar kiprahnya di tengah jeritan petani soal harga tandan buah segar (TBS). (01/10/2025)
Tapi itu cerita lama. Dalam sebelas bulan terakhir, roda Apkasindo Aceh seakan digas penuh. Pimpinan barunya menata ulang struktur, merapikan kepengurusan, bahkan tak segan membongkar kebiasaan lama yang membuat organisasi ini jalan di tempat.
Dua nama kini melambung: Netap Ginting, Ketua Apkasindo Aceh, dan Yuslan, sang Sekretaris DPW. Duet ini disebut-sebut sebagai pasangan “mesin ganda” yang membuat Apkasindo kembali hidup. Kerjasama keduanya digambarkan ibarat dua sayap burung: saling menguatkan, saling menopang, hingga organisasi benar-benar bisa terbang lebih tinggi.
Kini, Apkasindo Aceh bukan sekadar papan nama di kantor. Mereka menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Aceh – dari Politeknik Kutaraja, Politeknik Aceh, hingga Politeknik Teuku Umar. Dari ruang kuliah umum, program beasiswa, hingga pelatihan SDM untuk anak-anak petani, semuanya berjalan. Sebuah langkah yang jarang ditempuh organisasi tani, yang biasanya hanya sibuk mengutak-atik angka harga TBS.
Tak hanya itu, Apkasindo konsisten hadir dalam rapat penetapan harga TBS provinsi, menjadi tamu tetap di forum nasional, hingga ikut membahas tata kelola sawit berkelanjutan. Arah geraknya jelas: memperbaiki rantai pasok, sekaligus menyiapkan petani Aceh agar tidak sekadar jadi penonton di industri sawit yang terus berkembang.
Apresiasi pun datang. LSM Suara Putra Aceh menilai Apkasindo sudah keluar dari tidur panjangnya.
> “Bukan lagi organisasi tidur. Ada gerakan peduli yang langsung menyentuh petani, ada kemitraan sehat dengan perusahaan yang berpihak pada rakyat. Itu patut diapresiasi,” ujar perwakilan Suara Putra Aceh.
Tentu, pekerjaan rumah masih menumpuk: ketidakpatuhan sejumlah pabrik sawit pada harga resmi, hingga lemahnya pengawasan terhadap praktik kemitraan yang sering timpang. Namun setidaknya, Apkasindo Aceh kini telah keluar dari liang sepi yang dulu membuatnya sekadar stempel organisasi.
> “Saya berharap pengurus Apkasindo di setiap kabupaten/kota bisa bersinergi dengan pemerintah daerah, menjalin kemitraan sehat dengan perusahaan sawit, hingga memastikan hak-hak petani benar-benar terlindungi,” kata Netap Ginting, Ketua Apkasindo Aceh, saat diwawancarai.
Harapannya sederhana, tapi krusial: konsistensi. Sebab di tanah sawit seperti Aceh, organisasi tani yang kuat bukan hanya pelengkap, tapi penentu masa depan ribuan keluarga petani.
// IPONG






