Subulussalam,Aceh||MediaIndonesia_ Aktivitas penebangan kayu tanpa izin kembali mencuat di wilayah Desa Sipari Pari, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Berdasarkan bukti video lapangan dengan titik koordinat sah, ditemukan sejumlah kayu gelondongan hasil tebangan di kawasan hutan yang belum melalui proses krosing resmi dari instansi kehutanan.
Dalam rekaman video, terlihat jelas batang-batang kayu berdiameter besar yang baru ditebang dan ditumpuk di area terbuka. Aktivitas itu menunjukkan adanya pembalakan liar aktif, sementara hasil penelusuran sementara mengungkap dokumen barkot (izin angkut kayu) diduga telah keluar sebelum proses krosing dilakukan.(20/10).
Dugaan ini memunculkan indikasi adanya manipulasi administrasi dan pelanggaran hukum kehutanan yang berpotensi serius dan penumpukan kayu menggunung dan akan bawa ke sumatra.
Indikasi Pelanggaran Prosedur dan Manipulasi Dokumen
Menurut sumber lapangan yang merekam kejadian, lokasi penebangan itu belum pernah dikrosing oleh petugas kehutanan, namun anehnya sudah muncul dokumen barkot yang seolah-olah mengesahkan pengeluaran kayu tersebut.
> “Kayu sudah ditebang dan keluar barkot, padahal belum ada proses krosing. Ini jelas kuat dugaan pelanggaran,” ujar sumber di lokasi yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Fakta ini menunjukkan potensi pelanggaran berat terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang mengancam pidana bagi siapa pun yang menebang, mengangkut, atau memperjualbelikan hasil hutan tanpa izin sah dari pejabat berwenang.
Selain itu, praktik seperti ini dapat mengacaukan sistem pelaporan hasil hutan (SI-PUHH Online) dan membuka peluang penyalahgunaan barkot dalam skala lebih luas. Modus seperti ini juga berpotensi menghilangkan nilai pajak dari kayu bernilai tinggi.
Desakan Penegakan Hukum dari APH dan KPH Wilayah VI Aceh. Menanggapi temuan tersebut, masyarakat meminta Aparat Penegak Hukum (APH) bersama Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Aceh untuk segera bertindak tegas, di antaranya:
Menurunkan tim ke lokasi sesuai titik koordinat bukti video;
Melakukan penyegelan kayu gelondongan yang masih berada di lokasi;
Memeriksa keabsahan dokumen barkot yang dikeluarkan;
Menelusuri pihak penerbit dan penerima dokumen tersebut.
> “Kayu-kayu itu masih di lokasi. Kalau tidak segera diamankan, bisa saja diangkut dengan dokumen palsu. KPH dan aparat harus cepat bertindak,” ujar salah satu warga Desa Sipari Pari.
Ancaman Lingkungan dan Akuntabilitas Pemerintah. Penebangan di lokasi yang belum dikrosing bukan hanya persoalan administrasi, tapi juga berpotensi merusak ekosistem hutan lindung dan daerah tangkapan air di wilayah Sultan Daulat. Jika dibiarkan, aktivitas seperti ini akan mempercepat deforestasi dan mengancam keseimbangan alam di perbatasan Aceh–Sumatera Utara.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah dan aparat kehutanan agar memperketat sistem pengawasan serta memastikan setiap penerbitan barkot dilakukan setelah verifikasi lapangan selesai.
Masyarakat berharap, APH dan KPH Wilayah VI /IX Aceh segera melakukan penyidikan, audit dokumen, dan penindakan hukum agar praktik serupa tidak kembali terjadi di wilayah pengelolaan hutan Aceh bagian barat–selatan.
@Tim Investigasi MI







